Renungan Islam - Suasana Romantis di Sepertiga Malam


Untuk ke sekian kalinya, saya lagi-lagi dibuat jatuh cinta. Hati saya sedang dipenuhi bunga aneka warna. Tubuh serasa ringan melayang ke angkasa. Semua yang di sekitar saya seolah sedang berbicara cinta: kokok ayam yang bersahut-sahutan, senyum simpul mentari di ufuk timur, basah tanah yang terkena embun, hembusan angin di telinga, kupu-kupu yang bergelantungan di tangkai bunga, cicit burung gereja yang mencari makan di beranda, mata bundar bayi yang digendong ibunya melintasi halaman rumah, rumput-rumput yang disenggol angin, hingga semut yang menggigit kaki saya pun bilang kalau dia sedang jatuh cinta. Ah, indahnya…

Imajiku bergoyang di sela bisik dedaunan, jauh menerawang menembus celah-celah langit yang terbelah arakan awan. Lalu beterjunan menikmati luas cakrawala merasai tiap-tiap detail semesta menyusuri jengkal demi jengkal alam raya, menikmati saat-saat matahari dhuha beranjak ke titik dhuhur, mengukur panjang bayang-bayang pagi, siang, dan sore. Hingga nanti bentangan kanvas langit menguar panorama senja, lalu membalut bumi dengan gelap yang menentramkan, mengantar manusia beristirahat ke peraduan, ditemani rembulan dan kerling bebintang, sampai akhirnya mematuk malam menjadi jingga merona dalam balutan fajar memesona.

Semesta selalu paham, dan sungguh-sungguh paham bahwa semua keindahan dan segala proporsi yang ada padanya tidaklah berkembang secara kebetulan. Sejauh jauh mata memandang, sedalam dalam hati merasakan, semua akan menunjuk pada sebuah konklusi: Allah itu ada, dengan segala keajaibanNya. Kebenaran ada di sana untuk dilihat oleh semua. Cukup sederhana, tapi banyak yang tak menyadarinya. Betapa Allah Swt begitu kuasa menata tiap incinya, mengatur berapa besar sudut-sudutnya. Perbedaan satu derajat saja maka semua akan runtuh, kocar kacir, bertabrakan, dan musnahlah kehidupan. Keteraturan. Kesetimbangan. Pesona mahaindah yang membuat manusia tak habis-habis bertanya dan bermuara pada takjub di ujungnya. Subhaanalloh…

Tak ada alasan bagi saya untuk tak jatuh cinta. Pada tiap tetes embun yang menguyupkan daun, pada terik matahari yang bersinar gagah, pada siraman warna di langit yang tertimpa lembayung senja, pada malam yang di gelapnya selalu saya temukan jendela untuk mengintip bulan dan bintang bercengkrama. Pada suasana romantis di sepertiga malam, pada senyuman fajar yang meretakkan atap langit dengan warna sendu, pada kumandang adzan di waktu subuh, pada gelegar petir yang bergemuruh, pada renyah suara hujan dan rerintiknya yang membasuh setiap jengkal tubuh, pada jalanan becek yang mengisyaratkan nafas kota yang rapuh, pada bianglala yang melengkung membilang-bilang warna, pada sahutan kodok di sela bebatuan, pada semua keanekaragaman hewan dan tumbuhan. Bentuknya. Warnanya. Polah tingkahnya. Pada batu karang yang kokoh melawan debur ombak di lepas pantai, pada taman-taman dan satwa di kedalaman lautan, pada kehidupan di belantara hutan, pada padang rumput hijau nan luas, pada gunung-gunung yang tenang namun siap memuntahkan apa yang dikandungnya–kapan saja, pada galaksi jagat raya yang luas tak berbilang. Tak ada satu pun benda di alam semesta ini yang diam. Semua bergerak pada orbitnya dan bertasbih dengan caranya.

Ah, saya benar-benar dimabuk cinta. Pada cara orang ruku’ dan bersujud, pada cara burung-burung mengepakkan sayapnya, pada cara bunga bermekaran lalu layu dan mati, pada cara kayu dan lumut mengelupas, pada linangan air mata, pada derai tawa dan lengkung senyum di bibir, pada cara paru-paru dan jantung bekerja, pada sel-sel tubuh yang tersusun sempurna, pada cara kerja triliyunan saraf otak di kepala, lidah yang mampu merasa, mulut yang menghasilkan suara lalu ditangkap oleh telinga, hidung yang mampu mencium bebauan, tulang yang keras lalu dibalut daging juga kulit hingga melentur dan bergerak gemulai, jari-jari yang bersela untuk menggenggam, kulit yang mengenal segala jenis sentuhan: belaian, cubitan, panas, dingin, juga sakit. Dan mata, yang menjadi jendela untuk melihat itu semua. MasyaAllah..

O Allah, berjuta kata tak kan pernah cukup untuk melukis indahMu. Dan aku, yang hanya setitik debu di hamparan bintangMu yang megah, terlalu sering Kau buat jatuh cinta, lewat setiap detail kejadian yang Kau suguhkan untukku, tiap waktu. Lebay memang, tapi aku hanya ingin selalu dapat “melihatMu” di balik segala sesuatu. Hingga tak ada sepercik pun keraguan bahwa semua telah terencana, ada yang mengaturnya. Subhaanalloh… Alhamdulillaah… Allahu Akbar!

Duhai, untuk siapakah semua ini diciptakan?
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
[QS. Ali Imron (3):190-191]

Sumber : Facebook Faqeera Khaleeda

0 Response to "Renungan Islam - Suasana Romantis di Sepertiga Malam"

Posting Komentar